“Lebih Baik Saya Meninggalkan Tuhan.”

Sumber: https://gkdi.org/blog/meninggalkan/


Apakah niat meninggalkan Tuhan pernah terlintas di kepala Anda? Kalaupun tidak, Anda mungkin familier dengan ide tersebut, yang skenarionya kira-kira seperti:

“Saya kecewa dengan orang-orang Kristen. Praktik hidup mereka tidak sesuai dengan apa yang mereka ajarkan. Mengaku Kristen, tapi sikapnya tak mencerminkan kepercayaannya.”

“Saya enggak suka sama orang itu, tapi kita satu gereja. Mau menghindar, enggak bisa. Saya jadi ogah ke gereja, malas ketemu dia.”

“Hidup mengikut Tuhan itu susah, ya. Tidak boleh begini, tidak boleh begitu. Ribet bukan main, banyak aturannya. Saya merasa terkekang. Sudahlah, lebih baik saya meninggalkan Tuhan saja.”

“Saya sudah taat kepada Tuhan, juga banyak memberi dan melayani, tapi mengapa yang saya terima hanya hal-hal buruk? Saya mau tinggalkan Tuhan saja. Dia tidak adil.”

Dengan terjadinya berbagai peristiwa hidup yang tak sejalan dengan harapan kita, apakah meninggalkan Tuhan merupakan ide bagus?

Mari telusuri satu-persatu tiga hal yang perlu kita pertimbangkan dalam hal ini.

1. It’s Not A Perfect World



Dunia yang kita tinggali saat ini tidaklah sempurna, bukan tempat di mana keadilan dan kebenaran bisa dinikmati sepuas-puasnya.

Namun, tanpa sadar, kita sering menganggap dan mematok standar bahwa orang Kristen itu seperti malaikat. Makhluk yang sempurna, baik, dan bersih dari dosa. Mungkin kita berkelit, “Ah, saya tidak berpikir begitu.” Namun, sedikit-banyak kita boleh jadi menempatkan orang Kristen pada kriteria lebih tinggi, yang sekiranya berbunyi, “Sebagai orang Kristen, dia pasti tahu apa yang seharusnya dilakukan, tapi mengapa dia berbuat demikian?”

Untuk menjernihkan pandangan kita, kita perlu menanyakan hal ini pada diri sendiri: Tempat apakah gereja itu? Apakah tempat bagi orang sehat, atau orang sakit yang ingin sembuh?

Jika jawaban Anda yang kedua, Anda benar.

Yesus mendengarnya dan berkata kepada mereka: “Bukan orang sehat yang memerlukan tabib, tetapi orang sakit; Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, melainkan orang berdosa.” – Markus 2:17

Jadi, jika Anda sakit hati akibat perbuatan atau ucapan orang lain yang tidak sesuai “standar” Kristen, ampunilah  mereka, lalu selesaikan masalah tersebut. Barangkali hari ini Anda kecewa terhadap orang lain. Di lain kesempatan, Andalah yang mengecewakan orang lain dan membutuhkan ruang untuk pengampunan. Perlakukanlah mereka sebagaimana Anda juga ingin diampuni dan diberi kesempatan kedua.

“Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.” – Matius 22:39

Jangan sampai Anda meninggalkan Tuhan hanya karena satu-dua orang yang menyakiti hati Anda.

2. Jangan Jadikan Tuhan Kambing Hitam



Alkisah terjadi percakapan antara Tuhan dan setan. Si setan yang awalnya bersumpah akan menggoda manusia ke jalan yang tidak benar tiba-tiba minta berhenti.

Setan: “Ya, Tuhan, hamba mau pensiun saja!

Tuhan: “Kenapa? Bukankah dulu kamu minta supaya bisa selalu menggoda manusia?”

Setan: “Huh, kelakuan manusia sekarang sudah melebihi kelakuan setan. Hamba justru khawatir akan digoda manusia. Manusia berzina, dia yang senang, yang disalahkan setan. Manusia korupsi, yang menikmati dia, bilangnya dipengaruhi setan. Orang berjudi, katanya akibat ajakan setan, sedangkan kami tidak menggunakan uang. Orang berbohong, dalihnya gara-gara pengaruh setan, padahal itu tak ada untungnya bagi kami. Makanya hamba minta dipensiunkan saja!”

Ilustrasi humor di atas merupakan gambaran akan kecenderungan kita untuk menyalahkan segala hal—entah itu keadaan, orang terdekat, setan, atau yang paling berbahaya, Tuhan.

What’s Missing, Bukan What’s Wrong
Contoh lain, ketika saya menulis artikel ini hingga mencapai 700-an kata, tiba-tiba dokumen saya tertutup tanpa peringatan. Alhasil 500 kata yang sudah saya ketik hilang begitu saja.

Seketika itu juga otak saya merespon, “Tuhan, saya sedang menulis artikel untuk Engkau. Kenapa programnya tertutup sendiri?”

Lihatlah betapa cepatnya saya mengkambinghitamkan Tuhan. Detik berikut, saya sadar bahwa saya tidak boleh menimpakan kesalahan kepada pihak lain. Bukankah itu akibat keteledoran saya sendiri yang tidak menyimpan data sesering mungkin? Mengapa jadi Tuhan yang disalahkan?

Kita sering menghadapi hal-hal yang tidak berjalan sesuai harapan. Namun, sebelum Anda lekas-lekas bertanya, “Mengapa, Tuhan (what’s wrong)?” dan mulai menyalahkan Allah, keadaan, atau orang lain, tanyalah dahulu, “Apa yang kurang dari tindakan saya selama ini (what’s missing)?”

Introspeksi. Itulah yang pertama-tama harus kita lakukan.

Apa yang salah di sini?

Adakah hal yang saya luputkan?

Apakah saya belum maksimal melakukannya?

Mengapa?

Dalam hal apa?

Jika Anda ditimpa kemalangan—usaha Anda bangkrut, orang tua tidak bersikap sesuai harapan, nilai IP nasakom (nasib satu koma), karier mandek, anak memberontak, pacar pergi meninggalkan Anda, kesehatan menurun drastis—coba tanyakan pada diri sendiri: “Bagian mana yang harus saya perbaiki? Adakah hal yang salah dari saya sehingga semua ini terjadi?”

Jangan terburu-buru menyalahkan Tuhan atas kesusahan yang Anda alami. Pada kenyataannya, banyak hal buruk terjadi dalam hidup manusia bukan karena Tuhan tidak baik, melainkan karena kebodohan manusia sendiri. Dan, kalau risiko yang kita terima merupakan dampak kesalahan sendiri, pantaskah kita menyalahkan Tuhan?

Beginilah firman TUHAN: Apakah kecurangan yang didapati nenek moyangmu pada-Ku, sehingga mereka menjauh dari pada-Ku, mengikuti dewa kesia-siaan, sampai mereka menjadi sia-sia? Bukankah engkau sendiri yang menimpakan ini ke atas dirimu, oleh karena engkau meninggalkan TUHAN, Allahmu, ketika Ia menuntun engkau di jalan? – Yeremia 2:5,17

Meninggalkan Tuhan Tidak Berarti Segalanya Beres
Lagi pula, apa jaminannya bahwa dengan meninggalkan Tuhan, hidup Anda akan lebih bahagia, damai, dan sentosa? Apakah jalan kita pasti lebih baik daripada jalan Tuhan? Dengan kata lain, apa intinya kita melakukan itu?

Terlebih, inilah perasaan Tuhan ketika Anda pergi dari-Nya dengan alasan apa pun:

Pernahkah suatu bangsa menukarkan allahnya meskipun itu sebenarnya bukan allah? Tetapi umat-Ku menukarkan Kemuliaannya dengan apa yang tidak berguna. Tertegunlah atas hal itu, hai langit, menggigil dan gemetarlah dengan sangat, demikianlah firman TUHAN. Sebab dua kali umat-Ku berbuat jahat: mereka meninggalkan Aku, sumber air yang hidup, untuk menggali kolam bagi mereka sendiri, yakni kolam yang bocor, yang tidak dapat menahan air. – Yeremia 2:11-13

3. Tetaplah Setia Karena Allah Setia


Jikalah Anda tidak menemukan satu kesalahan pun pada diri sendiri, tetapi hidup Anda masih tidak berjalan seperti yang diharapkan, pikirkanlah: mungkin Tuhan sedang mengajarkan sesuatu kepada Anda.

Kita menemukan ini pada kisah hidup Ayub, orang saleh yang Tuhan izinkan menerima banyak cobaan (Ayub 1). Seperti halnya Ayub, barangkali Tuhan ingin Anda “naik level”, entah dalam hal (1) karakter, (2) pengenalan akan Allah, atau (3) perihal bergantung kepada-Nya.

Karena kita tahu, bahwa kesengsaraan itu menimbulkan ketekunan, dan ketekunan menimbulkan tahan uji dan tahan uji menimbulkan pengharapan. – Roma 5:3b-4

Jadi, jangan menyerah, karena Tuhan memperhitungkan setiap kesabaran dan ketekunan Anda di dalam-Nya.

Berbahagialah orang yang bertahan dalam pencobaan, sebab apabila ia sudah tahan uji, ia akan menerima mahkota kehidupan yang dijanjikan Allah kepada barangsiapa yang mengasihi Dia. – Yakobus 1:12

Mengapa masalah tidak seharusnya menjadi penghalang kita untuk tetap setia kepada Allah? Karena, Allah itu setia. Lihatlah betapa sabar dan setia-nya Dia kepada umat manusia.

Sebab itu haruslah kauketahui, bahwa TUHAN, Allahmu, Dialah Allah, Allah yang setia, yang memegang perjanjian dan kasih setia-Nya terhadap orang yang kasih kepada-Nya dan berpegang pada perintah-Nya, sampai kepada beribu-ribu keturunan. – Ulangan 7:9

.
Saat Anda mulai kehilangan alasan untuk setia pada Tuhan, ingatlah mengapa dahulu Anda mengambil keputusan mengikuti-Nya. Kenanglah momen-momen ketika Anda begitu dekat dengan Tuhan. Hitunglah setiap hal baik dan berkat yang Anda terima dari-Nya. Niscaya semua itu akan memampukan Anda untuk kembali mengasihi Sahabat Anda yang luar biasa itu!

Tetaplah setia sampai akhir, hingga kelak Anda mendengar kata-kata ini:

Maka kata tuannya itu kepadanya: Baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan setia; engkau telah setia dalam perkara kecil, aku akan memberikan kepadamu tanggung jawab dalam perkara yang besar. Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan tuanmu. – Matius 25:21

Jangan biarkan siapa pun atau masalah apa pun membuat Anda meninggalkan Tuhan, karena di sinilah kita: dalam dunia yang tidak sempurna. Ketidaksempurnaan yang terjadi di sana-sini adalah hal yang wajar. Dan, saat Anda menghadapi masalah, tidak perlu menyalahkan Tuhan, tapi tetaplah setia, sebab Dia Allah yang setia.

Have a nice day!

Sumber: https://gkdi.org/blog/meninggalkan/

Comments

Popular Posts